Kepuasan
Kerja
I.
Defenisi
Kepuasan Kerja
Robbins (2003)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu pada pekerjaannya,
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dengan
banyaknya yang pekerja yakini seharusnya diterima.
Church (1995) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap
(attitude) yang dimiliki oleh karyawan. Dalam hal ini dimaksud dengan sikap
tersebut adalah hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan beserta faktor-faktor
yang spesifik seperti pengawasan atau supervisi, gaji dan tunjangan, kesempatan
untuk mendapatkan promosi dan kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman
terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan
sosial di dalam pekerjaan yang baik,penyelesaian yang cepat terhadap
keluhan-keluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap karyawan.
Mc Nesse
Smith (1996) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan pekerja atau
karyawan terhadap pekerjaannya, hal ini merupakan sikap umum terhadap pekerjaan
yang didasarkan penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan.
Jürges (2003)
berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah hasil yang penting dalam aktivitas
pasar tenaga kerja. Berdasarkan pendapat yang dinyatakan oleh beberapa ahli
diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja atau job satisfactionialah
perasaan yang dirasakan oleh karyawan terhadap pekerjaannya dan juga karena
faktor-faktor yang mendukung dalam menyelesaikan pekerjaannya, seperti
supervisi, gaji dan tunjangan, kesempatan untuk mendapatkan
promosi dan kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman terhadap kecakapan,
penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan sosial didalam
pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan
perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap karyawan.
II.
Teori
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Berikut beberapa teori
kepuasan kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
A.
Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need
Fulfillment Theory) Konsep Maslow tentang hierarki kebutuhan berasumsi bahwa
kebutuhan yang lebih rendah tingkatannya harus dipuaskan terlebih dahulu
sebelum kebutuhan yang lebih tinggi. Lima kebutuhan yang membentuk hirarki
kebutuhan ini merupakan kebutuhan-kebutuhan konotatif, artinya bercirikan
motivasi. Kebutuhan ini sering kali disebut kebutuhan dasar.
Maslow
mendata kebutuhan-kebutuhan berikut berdasarkan potensinya:
1. Kebutuhan
fisiologis, Kebutuhan paling dasar setiap orang adalah kebutuhan-kebutuhan
fisiologis seperti makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan
sebagainya.
2. Kebutuhan
akan rasa aman, Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, mereka mulai termotivasi oleh kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman diantarnya: rasa aman dari perang, terorisme, penyakit,
rasa takut, rasa cemas, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan terhadap
hukum, aturan dan struktur juga menjadi bagian dari kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan untuk dicintai, Setelah terpenuhi
kebutuhan fisiologis dan rasa aman, manusia mulai termotivasi oleh kebutuhan
untuk dicintai dan dimiliki, seperti: dorongan untuk bersahabat, keinginan
memiliki pasangan dan memiliki keturunan, kebutuhan untuk melekat pada sebuah
keluarga, lingkungan bertetangga dan berbangsa.
4. Kebutuhan untuk dihargai, Setelah kebutuhan
dimiliki dan dicintai, manusia akan bebas mengejaga kebutuhan untuk dihargai
yang mencakup penghargaan diri, keyakinan, kompetensi, dan pengetahuan bahwa
orang lain memandang mereka dengan perasaan menghargai.
5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri Kebutuhan
aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment),realisasi semua
potensi, dan keinginan untuk menjadi kreatif dalam makna-kata sepenuhnya.
B.
Teori dua faktor Herzberg (Herzberg’s
two factor theory)
Teori
dua faktor (two factor theory) dikemukakan oleh seorang psikolog yang bernama Frederick Herzberg. Keyakinan bahwa
hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap
seorang terhadap pekerjaan bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau
kegagalan.
Dua
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut
Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian
(motivativational factors) karena kondisi itu diperlukan untuk memelihara
tingkat kepuasan yang layak.
Herzberg menyebutkan
faktor pemeliharaan atau hygiene factor sebagai berikut:
1.
Kebijakan perusahaan dan administrasi
(company policies). Kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan. Yang termasuk
dalam kebijakan perusahaan dan administrasi ialah semua yang berkaitan dengan prosedur
yang dilakukan perusahaan dalam mengatur jalannya pekerjaan diperusahaan.
2.
Supervisi (Supervision). Bimbingan dan
bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan, diantaranya: bimbingan,
dorongan, semangat, bantuan teknis, komunikasi informasi.
3.
Hubungan
interpersonal dengan rekan kerja. Derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial oleh karena itu mempunyai rekan kerja
yang ramah, membina hubungan, mendukung pelaksanaan tugas, dapat diajak bekerja
sama, mempunyai rasa kesatuan yang kuat akan menghantarkan seorang karyawan
kepada kepuasan kerja yang meningkat.
4.
Hubungan interpersonal dengan atasan. Perilaku
atasan juga merupakan unsur utama dari kepuasan kerja pada umumnya. Kepuasan
kerja karyawan akan meningkat apabila pimpinan bersifat ramah, dapat memahami,
memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pandapat pegawai,
menunjukkan suatu pribadi pada karyawan, memberikan kebebasan karyawan untuk
berpendapat, mengkritik atau memberi saran, kerja sama, cara komunikasi.
5.
Gaji (salary). Imbalan yang sesuai
dengan hasil kerja karyawan. Karyawan menginginkan sistem upah yang
dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan, segaris dengan pengharapan
karyawan. Upah dipandang adil apabila didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu, standar pengupahan komunitas kemungkinan besar
akan menghasilkan kepuasan.
6.
Keamanan kerja (security). Rasa aman
yang dirasakan karyawanterhadap lingkungan kerja, suasana kerja yang aman baik
berupa materil maupun nonmaterial.
7.
Kondisi kerja (working conditions).
Lingkungan kerja yang baik dannyaman akan memudahkan karyawan untuk mengerjakan
tugas dengan baik. Lingkungan kerja yang nyaman dapat dinilai dari fasilitas
yang bersih dan modern, peralatan atau perlengkapan kantor yang memadai, lingkungan
kerja yang tenang dan aman.
Herzberg menjelaskan
faktor motivator
1. Prestasi
(achievement). Keberhasilan menyelesaikan tugas, besar kecilnya karyawan
mencapai prestasi kerja yang tinggi, melakukan pekerjaan yang terbaik,
berprestasi, penilaian prestasi kerja dilakukan secara konsisten, adil,
objektif, komitmen terhadap prestasi yang di capai selama bekerja.
2. Penghargaan
(recognition). Besar kecilnya penghargaan ataupenghormatan, pujian, pengakuan
dari atasan yang diberikan kepada karyawan atas kinerjanya.
3. Kenaikan
pangkat (advancement). Kesempatan untuk maju yang dicapai selama bekerja. Yang
termasuk dalam kenaikan pangkat ialah kebijakan promosi yang adil. Karyawan
berusahan mendapatkan kebijakan praktek promosi yang adil. Promosi memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, status
sosial yang meningkat dan kesempatan untuk maju.
4. Pekerjaan
itu sendiri (work it self). Besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari
pekerjaannya. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi
kesempatan untuk menggunakan keterampilan, menawarkan beragam tugas, kebebasan,
umpan balik mengenai betapa baik karyawan bekerja. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
5.
Tanggung
jawab (responsibility). Tanggung jawab yang diemban atau dimiliki seseorang
terhadap tugas yang harus diselesaikan, diberi kekuasaan, kewenangan untuk
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya sebagai tanggung jawab, sanksi yang
tegas atas sikap dari pelaksanaan tugas.
C.
Teori ERG Alderfer
Alderfer hanya melibatkan
tiga rangkaian kebutuhan yaitu
1.
Eksistensi (Existance), Kebutuhan yang
dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, udara, imbalan dan kondisi kerja.
2.
Hubungan (Relatedness), Kebutuhan yang
dipuaskan oleh hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.
3.
Pertumbuhan (growth), Kebutuhan yang
terpuaskan jika individu membuat kontribusi yangproduktif atau kreatif.
D.
Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Menurut Adam komponen
dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity in equity. Wexley
dan Yukl dalam Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja, seperti pendidikan, pengalaman, skill, usaha,
peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome
adalah semua nilai yang diperoleh yang dirasakan karyawan, seperti upah,
keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk
berkembang, berprestasi dan mengekspresikan diri. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang
sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam
pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidaknya karyawan merupakan
hasil pembanding antara input dan outcome dirinya dengan comparison person.
Jika input, outcome dan comparison person dirasakan seimbang (equity), maka
karyawan itu merasa puas, namun apabila terjadi ketidakseimbangan maka karyawan
tersebut akan merasa tidak puas. Dari beberapa pendapat teori diatas, peneliti
menggunakan teori dua faktor milik Herzberg sebagai landasan teori untuk
penelitian kali ini. Alasan peneliti menggunakan teori dua faktor, karena ada
beberapa faktor dan pertimbangan yang sesuai dengan kondisi di PT. Panarub
Industry. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan obeservasi
sebelumnya, penelitian mendapatkan beberapa alasan utama yang menyebabkan
karyawan untuk mengundurkan diri, diantaranya:
1.
Gaji
2.
Ketidakpuasan pada atasan
3.
Perkembangan karir
4.
Beban kerja
5.
Wiraswasta
III.
Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut
Rivai (2006, p.478) “Faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu: faktor intrinsik dan faktor ektrinsik. Faktor intrinsik
ialah faktor yang berasal dari diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan
sejak mulai bekerja ditempat pekerjaannya. Faktor ekstrinsik ialah menyangkut
hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lainkondisi fisik,
lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain, sistem penggajian, dan lain
sebagainya”.
Hasibuan
(2003) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja di pengaruhioleh
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Balas jasa yang adil
dan layak
2. Penempatan yang
tepat dan sesuai dengan keahlian
3. Suasana dan
lingkungan pekerjaan
4. Berat ringannya
pekerjaan
5. Peralatan yang
menunjang
6. Sikap pemimpin dalam
kepemimpinannya
IV.
Respon
Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins (2006)
ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam sejumlah cara, yaitu:
1.
Keluar (exit): Perilaku yang ditunjukkan
untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan
diri.
2.
Pengabaian (neglect): Secara pasif
membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau
keterlambatan secara terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka
kesalahan.
3.
Aspirasi (voice): Secara aktif dan
konstruktif mengusahakan suatu kondisi,termasuk menyarankan perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat
kerja.
4.
Kesetiaan (loyalty): Secara pasif tetapi
optimistis menunggu kondisi membaik, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman ekternal serta mempercayai organisasi dan
manajemennya untuk melakukan hal yang benar.
V.
Mengukur
Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi,
baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya.
Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab
secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus,
kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan.
Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu
kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai
konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
- Pengukuran
kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini
merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek
pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini
memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan
dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat,
mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan
ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan.
Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial
organisasi, dan sebagainya.
- Pengukuran
kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan)
atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek
situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur
secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja,
keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan
rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manajemen, hubungan
atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan
dan pengembangan.
- Pengukuran
kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan
kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang
sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan
oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan
kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan
kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.
Berdasarkan
kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden
menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) berapa yang ada
sekarang? (2) berapa seharusnya? (3) bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?
Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja
tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “berapa yang ada
sekarang?” dan “berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin
besar kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari
lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?”
memberikan kepada penyelia ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan
bagi tiap responden. Pendapat lain, Greenberg
dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja
yaitu :
- RatingScale dan
Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari
kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi
mereka pada pekerjaan mereka.
- Criticalincidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan
mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka
dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya
apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka
mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
- Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja
dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih
dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
Menurut
Robbins pengukuran kepuasan kerja sebagai berikut:
- Singleglobalrating, yaitu tidak lain dengan minta
individu merespons atas satu pertanyaan seperti: dengan mempertimbangkan
semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Responden menjawab
antara highlystatisfied dan highdissatisfied,
- Summationscore lebih canggih.
Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan
pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan
adalah : sifat pekerjaan, supervisi, upah, sekarang, kesempatan promosi
dan hubungan dengan coworker. Faktor ini di peringkat pada skala
yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan jobstratisfictionscore
(JDI) secara menyeluruh
VI.
Pengaruh
Kepuasan Kerja
- Terhadap
Produktivitas
Orang berpendapat produktivitas dapat dinaikkan dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari
produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa
apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (upah)
yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul.
Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja
seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari
tingkat keberhasilan yang diharapkan.
- Ketidakhadiran
(absenteisme)
Menurut Porter dan Steers ketidakhadiran sifatnya
lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya
hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor
dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh
perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau
denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
- Keluarnya
pekerja (turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari
pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan
kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan
meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi,
menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.
VII.
Meningkatkan
Kepuasan Kerja
Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk
mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dengan cara:
- Membuat
pekerjaan yang menyenangkan
Karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada
yang membosankan akan membuat orang menjadi lebih puas.
-
Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian
tidak jujur cendrung tidak puas dengan pekerjaannya.
- Mempertemukan
orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.
Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat
memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan
pekerjaannya.
- Menghindari
kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang
Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit
kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena
orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses
dengan secara bebas melakukan kontrol atas cara mereka melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut
Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Melakukan
perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job
rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe
tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description).
Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job enlargement),
atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas
pekerjaan. Praktek untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan
bervariasi dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih
dari sekedar anggota dari organisasi.
- Melakukan
perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan
berdasarkan pada keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana
para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada
posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit
pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performance-nya,
pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu
itu sendiri. Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau
pembayaran berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada
seluruh anggota kelompok).
- Pemberian
jadwal kerja yang fleksibel
Dengan
memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari mereka,
yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja
tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab
pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang
dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam
pekerjaan per hari ditingkatkan. Cara yang kedua adalah dengan sistem
penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime),
tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.
- Mengadakan
program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan
dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawan, seperti; healthcenter, profitsharing,
employeesponsoredchildcare, dan lain-lain.